Saturday, April 19, 2014

Palm Sunday in Sang Penebus Catholic Church


Meskipun ini bukan kali pertama saya merayakan Minggu Palma tidak di gereja 'kampung halaman' saya begitu merasa kuatir. Mengapa? Karena tepat hari sebelumnya, terjadi kericuhan antarkampung di dekat tempat tinggal saya sekarang ini. Kericuhan itu sontak membuat saya dan teman-teman guru lainnya mencari tempat yang lebih aman untuk berlindung. Bersyukur, karena ada Bapak dan Ibu Djarot yang bersedia menampung kami para 'pengungsi dadakan' dan mengajak saya ber-misa bersama.
Jujur, saya agak trauma dengan kejadian Sabtu lalu, karena saya melihat dan mendengar sendiri suara tembakan dan orang-orang kampung yang berlarian mengungsi ke hutan. Saya berpikir satu kalimat yang singkat namun berat. "Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan." -Flp 1:21
Saya tidak akan berpikir bahwa saya akan mati saat itu, namun mendengar tembakan senapan dan orang yang terkena panah membuat saya sangat takut jika saya atau orang lainnya harus menjadi korban dari kekisruhan yang saya dan mereka sendiri tidak tahu sebabnya.
Saya bertanya dalam hati, apakah ini yang orang-orang lakukan untuk mempersiapkan diri menyambut Paskah? Saya yakin, dengan mayoritas penduduk yang Kristen, tidak mungkin jika mereka tidak tahu ini adalah masa PraPaskah, terlepas dari apapun denominasi gerejanya. 
Saya mengingat rasa takut dan kesal saya kemarin, tapi mungkin juga saya melakukan hal yang sama dengan mereka, berperang dan saling menyakiti, dalam sikap dan keseharian saya dengan rekan kerja ataupun dengan siswa-siswi yang saya temui di sekolah. Mungkin saya 'memanah' mereka dengan kata yang sinis dan menyakitkan, atau tidak mau berbagi dengan mereka yang membutuhkan.

Sepagi mungkin saya bangun dan bersiap untuk ke gereja, karena menurut Bapak dan Ibu Djarot akan sulit mencari parkiran sehingga kami berjalan kaki ke gereja yang kebetulan letaknya tidak terlalu jauh. Kami tidak membawa daun palma karena tidak menemukan pohon palma di sekitar rumah dan kemarin terlalu sibuk dengan aksi pengungsian saya. ;p
Beberapa menit sebelum misa dimulai saya sudah tiba di sebuah sekolah yang dijadikan tempat berkumpul sebelum perarakan menuju gereja dimulai. Ternyata umat diminta berbaris bersama komunitas basis atau kombasnya masing-masing. Saya yang ceritanya adalah pengungsi dadakan tidak termasuk kombas manapun yang ada di situ karena menurut tempat tinggal, saya termasuk dalam Stasi St. Stefanus Martir I Kampung Harapan, kombas St. Maria Magdalena. Saya turut dalam kombas Bapak dan Ibu, kombas St. Kristoforus. Sayat idak banyak mengenal jemaat di gereja ini, hanya beberapa orang yang saya pernah lihat sesekali di gereja.
Perarakannya berbeda sekali dengan sewaktu saya di gereja St. Yosef atau Bunda Maria Cirebon, biasanya perarakan dimulai dari halaman gereja ke dalam gereja, misa pun tetap seperti biasa frekuensinya hanya yang misa pagi akan ada perarakan, selebihnya tidak ada. Sedangkan di gereja Sentani ini misa dijadikan satu kali dan perarakan dimulai dari luar area gereja. Jarak sekolah tempat kami berkumpul ke gereja tidak terlalu jauh, namun cukup menimbulkan kemacetan lokal dan diatur oleh pak polisi.
We commemorated Christ's entry into Jerusalem for the completion of the Paschal Mystery. In the old calendar before Vatican II, the Church celebrated Passion Sunday two Sundays before Easter, and then Palm Sunday was the beginning of Holy Week. The Church has combined the two to reinforce the solemnity of Holy Week.
The Palm Sunday procession is formed of Christians who, in the "fullness of faith," make their own the gesture of the Jews and endow it with its full significance. Following the Jews' example we proclaim Christ as a Victor... Hosanna to the Son of David! Blessed is He who comes in the Name of the Lord. But by our faith we know, as they did not, all that His triumph stands for. He is the Messiah, the Son of David and the Son of God. He is the sign of contradiction, acclaimed by some and reviled by others. Sent into this world to wrest us from sin and the power of Satan, He underwent His Passion, the punishment for our sins, but issues forth triumphant from the tomb, the victor over death, making our peace with God and taking us with Him into the kingdom of His Father in heaven.
Ya! Minggu Palma mengingatkan kita bahwa Kristus memulai karya keselamatan umat manusia. Ia tidak hanya dimuliakan oleh manusia yang dapat berubah dan mengkhianatinya, Ia dimuliakan oleh Allah Bapa karena telah mendamaikan manusia dengan Allah. Saya tidak tahu apakah kata-kata saya tepat tersusun, tapi itulah yang saya renungkan. Saya memuliakan Yesus, namun tidak lama kemudian membicarakan orang lain, atau memikirkan hal yang lain atau berbuat hal lainnya yang tidak berbeda dengan apa yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi masa itu. Bedanya, Yesus tidak ada lagi bersama manusia di bumi, jika ada entah berapa kali Ia harus dicambuk, dihina dan disalibkan.
Aku menunduk sekali lagi. Aku tidak layak. "Apakah hidupku telah tertidur seperti murid-murid Yesus di taman Getsemani?"



I thank God for this opportunity, I could celebrated this Holy Week in this blessed land. I remember what the pastor said during sermon, 'carry the palm and tell the world Hosana! Bring that home and put it where people could see, it might be a sign of the King of Peace's children.

Have a deep Holy Week!

sumber: 
http://www.catholicculture.org/culture/liturgicalyear/calendar/day.cfm?date=2014-4-13